Luwu – Sandiwartanews.com — Di tengah derasnya arus pencari kerja yang berharap mengadu nasib di industri smelter milik PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS), aroma tak sedap justru menyeruak dari balik proses rekrutmen.
Sejumlah warga Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, melaporkan adanya dugaan praktik percaloan berkedok jaminan kelulusan kerja, dengan tarif mencapai Rp5 juta hingga Rp15 juta per orang.
Isu ini kian menguat setelah beredar kabar bahwa sejumlah pelamar diminta “Bayar” oleh oknum tak bertanggung jawab yang mengaku memiliki koneksi internal perusahaan. Alhasil, kepercayaan publik terhadap proses rekrutmen yang seharusnya transparan pun mulai terkikis.
Merespons gejolak di lapangan, Pemerintah Kabupaten Luwu melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) bergerak cepat. Sebuah posko pengaduan resmi didirikan di kantor Disnaker untuk menampung laporan masyarakat yang merasa menjadi korban.
Kepala Disnaker Luwu, Hasbullah, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan berdiam diri terhadap praktik yang mencederai asas keadilan tenaga kerja.
“Kami membuka posko pengaduan resmi. Bagi masyarakat atau calon tenaga kerja yang merasa dirugikan, silakan melapor dengan membawa bukti-bukti pendukung,” ujar Hasbullah, Jumat (24/10/2025).
Ia juga memastikan setiap laporan yang masuk akan diverifikasi secara hukum. Jika ditemukan indikasi pidana, Disnaker siap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
“Kami berkomitmen menjaga integritas proses rekrutmen di Luwu. Tidak boleh ada ruang bagi calo,” tegasnya.
Sementara itu, pihak perusahaan turut mengambil sikap tegas. Site Manager PT BMS, Aldin Djapari, menegaskan bahwa seluruh proses rekrutmen di PT BMS tidak dipungut biaya sepeser pun.
“BMS tidak pernah memungut biaya dalam bentuk apa pun. Semua proses seleksi dilakukan secara terbuka dan transparan sesuai pengumuman resmi perusahaan,” ujar Aldin.
Ia menambahkan, jika terbukti ada oknum—baik dari luar maupun dari internal—yang bermain dalam praktik percaloan, manajemen tidak akan segan menjatuhkan sanksi berat hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kami menerapkan nol toleransi terhadap praktik pungutan liar. Nama baik perusahaan tidak boleh dikotori oleh perilaku oknum,” tegasnya.
Fenomena ini membuka luka lama tentang ketimpangan akses kerja dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap sistem rekrutmen industri besar.
Keberadaan PT BMS sejatinya diharapkan menjadi penggerak ekonomi dan harapan bagi tenaga kerja lokal, bukan ajang perburuan instan yang dimanfaatkan oleh calo.
Langkah cepat Disnaker dan sikap tegas manajemen perusahaan menjadi titik terang di tengah kekecewaan publik. Posko pengaduan kini menjadi simbol perlawanan terhadap praktik tidak etis yang menutup peluang bagi mereka yang berkompeten.
Pemerintah dan manajemen perusahaan sama-sama mengimbau masyarakat agar tidak tergiur oleh janji-janji manis dari pihak yang mengaku bisa “meloloskan” pelamar kerja.
“Percayalah pada kemampuan sendiri dan jalur resmi. Jangan beri ruang pada calo untuk memanfaatkan kebutuhan kerja masyarakat,” pesan Hasbullah.
Dengan langkah-langkah tegas yang kini dijalankan, diharapkan rekrutmen tenaga kerja di PT BMS kembali steril dari praktik bayaran, serta mampu memulihkan kepercayaan publik bahwa kesempatan bekerja seharusnya ditentukan oleh kemampuan, bukan nominal uang.





