EDITORIAL | Oleh Redaksi: SandiWartaNews.com

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Di balik pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia yang kian masif, terdapat persoalan mendasar yang seringkali luput dari perhatian publik: penyimpangan penggunaan ruang. Salah satu kasus yang kerap muncul adalah ketika kawasan yang dirancang sebagai zona perumahan justru diubah fungsinya menjadi gudang, industri, atau aktivitas komersial lainnya.

Sekilas mungkin terlihat biasa, hanya sebuah bangunan yang berfungsi menyimpan barang. Namun jika ditilik lebih dalam, persoalan ini tidak sesederhana tumpukan logistik atau kendaraan bongkar-muat di lingkungan warga. Ini adalah bentuk nyata dari pelanggaran terhadap sistem tata ruang yang telah dirancang untuk melindungi keseimbangan antara kenyamanan hidup, keselamatan publik, dan keberlanjutan kota.

Tata Ruang Bukan Sekadar Peta

Tata ruang bukan hanya soal garis batas dan warna pada peta. Ia adalah wujud kebijakan publik yang menyatukan aspek keselamatan, kelayakan, dan keteraturan hidup masyarakat. Setiap zona perumahan ditetapkan bukan tanpa alasan, di sana terdapat asumsi tentang tingkat kebisingan rendah, risiko kebakaran minim, serta kualitas udara dan lalu lintas yang terkendali.

Saat fungsi ruang diubah secara diam-diam atau dibiarkan tanpa pengawasan, maka sesungguhnya telah terjadi pengingkaran terhadap hak-hak warga, terutama dalam hal kenyamanan dan keamanan.

Gudang di Zona Perumahan: Antara Risiko dan Ketidaksesuaian

Bayangkan jika sebuah gudang bahan mudah terbakar, seperti LPG atau bahan kimia, berdiri di tengah pemukiman padat. Selain rawan ledakan atau kebakaran, aktivitas bongkar muat hingga truk kontainer yang lalu lalang akan mengganggu warga secara langsung, baik dari sisi kebisingan, getaran, hingga keselamatan anak-anak yang bermain di sekitar.

Secara hukum, hal ini melanggar Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menegaskan bahwa setiap kegiatan pembangunan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Ketidaksesuaian fungsi ruang tidak hanya dapat dikenai sanksi administratif, tetapi juga pidana, apabila menimbulkan kerugian terhadap publik.

Ketika Tata Ruang Tak Dihormati, Kota Kehilangan Arahnya

Kekacauan tata ruang tak hanya mengganggu estetika kota, tapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah dan penegak aturan. Ketika pelanggaran tata ruang dianggap wajar demi investasi atau efisiensi, maka apa guna peraturan yang dibuat? Apa gunanya rencana tata ruang jika tak ditegakkan?

Dalam jangka panjang, penyalahgunaan ruang akan menciptakan urbanisasi yang tidak sehat, memperburuk kemacetan, memperbesar risiko bencana, dan memperlebar jurang ketimpangan sosial.

Saatnya Publik Lebih Kritis

Editorial ini bukan untuk menghakimi, melainkan sebagai pengingat bersama: kota yang sehat bukan hanya dibangun dari beton dan baja, tetapi dari perencanaan yang berpihak pada keselamatan dan keberlangsungan hidup manusia.

Sudah saatnya masyarakat, pengembang, dan pemerintah bersinergi menghormati zonasi yang telah ditetapkan. Warga juga perlu diberi ruang dan informasi untuk melaporkan indikasi pelanggaran tata ruang di lingkungan tempat tinggalnya. Karena jika ruang tidak lagi dihormati, maka rumah pun tak lagi terasa sebagai tempat yang aman.