Sandiwartanews.com – Tangerang Selatan, 23 Juni 2025, “Jika satu-satunya alat yang kita miliki adalah palu, maka semua masalah akan tampak seperti paku.” Ungkapan ini mencerminkan betapa sistem pemidanaan di Indonesia masih bersifat satu dimensi: menghukum dengan penjara. Tapi, apakah benar semua kejahatan layak mendapat balasan yang sama—kurungan?
Di sinilah penologi hadir sebagai cabang ilmu hukum yang mempertanyakan efektivitas hukuman dan membuka wacana baru dalam sistem peradilan pidana.
Apa yang Dipertanyakan Ilmu Penologi?
Ilmu penologi tidak sekadar bertanya “bagaimana menghukum?”, tetapi “mengapa menghukum?”, dan bahkan lebih penting: “apakah hukuman itu menyelesaikan masalah?”.Realitasnya, banyak pelaku kejahatan justru keluar dari penjara dalam kondisi lebih buruk—baik secara mental, sosial, maupun moral.
Siapa yang Terdampak oleh Sistem Pemidanaan Saat Ini?
Dari remaja pencuri karena kelaparan, hingga pecandu narkoba yang tak mendapat perawatan layak, sistem pidana seakan memperlakukan semua pelaku dengan resep seragam: penjara. Namun dampaknya justru menciptakan efek domino:
- Remaja miskin keluar dengan jaringan kriminal baru.
- Pecandu keluar tanpa rehabilitasi, lalu kambuh kembali.
- Pelaku KDRT menjalani hukuman tanpa terapi emosional, lalu mengulangi perilaku yang sama.
- Semua ini menunjukkan bahwa pemidanaan yang tidak kontekstual justru memperbesar risiko residivisme.
Di Mana Masalah Ini Terjadi?
Fenomena overkapasitas dan minimnya fasilitas rehabilitasi terjadi di seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Indonesia. Beberapa penjara bahkan menampung dua hingga tiga kali lipat kapasitas normalnya. Akibatnya, pembinaan tidak berjalan maksimal dan reintegrasi sosial mantan narapidana menjadi sangat berat.
Kapan Perubahan Perlu Dilakukan?
Jawabannya: sekarang. Selama sistem pemidanaan hanya mengandalkan penjara tanpa mempertimbangkan pendekatan alternatif, maka keadilan yang dihasilkan hanyalah “balas dendam yang dibungkus hukum”.
Mengapa Penologi Relevan Hari Ini?
Penologi hadir untuk menawarkan solusi yang lebih manusiawi dan efektif. Prinsip-prinsip penting dalam penologi mencakup:
- Proporsionalitas hukuman: Tidak semua pelanggaran harus dibalas dengan kurungan.
- Tujuan pemidanaan sebagai upaya perubahan: Fokus pada rehabilitasi dan edukasi, bukan pembalasan.
Alternatif hukuman:
- Diversi bagi pelaku anak.
- Rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
- Restorative justice bagi pelaku kekerasan.
- Bagaimana Seharusnya Kita Mengubah Cara Menghukum?
Perubahan paradigma bisa dimulai dengan:
- Penyusunan regulasi pemidanaan berbasis keadilan restoratif.
- Investasi negara dalam fasilitas rehabilitasi dan pelatihan vokasional.
- Edukasi publik agar mantan narapidana mendapat kesempatan hidup yang adil.
Penologi tidak menghapus makna hukuman, tetapi memperluas fungsinya menjadi alat untuk memperbaiki, bukan sekadar membalas.
Kesimpulan: Menghukum Tidak Selalu dengan Menyakitkan
Jika kita ingin masyarakat yang lebih aman, menghukum tidak boleh hanya dimaknai sebagai menyakiti pelaku kejahatan. Seringkali, jalan terbaik adalah memberi mereka kesempatan berubah.
Sebagaimana disampaikan oleh Erin Maulani, mahasiswa Fakultas Hukum, melalui tulisannya: “Penjara bukanlah satu-satunya jawaban. Penologi mengajak kita untuk memahami, membimbing, dan menyembuhkan. Karena keadilan sejati adalah keadilan yang memperbaiki.”