SandiWartaNews.com – TANGERANG – Kota Tangerang bukan sekadar wilayah urban di barat ibu kota. Kota ini memiliki sejarah panjang dan kompleks yang membentang dari masa kerajaan Hindu kuno hingga era modern sebagai kota metropolitan. Sungai Cisadane, yang mengalir tenang di jantung kota, menjadi saksi lahirnya peradaban awal yang tumbuh dari budaya agraris masyarakat Sunda yang hidup harmonis dengan alam.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Peradaban Awal: Sungai Cisadane dan Kerajaan Tarumanagara

Pada abad ke-4, wilayah Tangerang berada di bawah pengaruh Kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Sungai Cisadane memainkan peran sentral sebagai jalur transportasi, sumber pangan, dan pusat aktivitas sosial. Berbagai artefak dan jejak budaya memperlihatkan bagaimana sungai ini menjadi fondasi terbentuknya komunitas yang mandiri dan maju.

Pasca runtuhnya Tarumanagara, Tangerang menjadi bagian dari Kerajaan Sunda, yang menjadikannya sebagai daerah perbatasan strategis. Dari sinilah diduga kuat istilah “Tangerang” berasal, yang berarti “penanda” atau “batas” dalam bahasa Sunda.

Islamisasi dan Masa Kesultanan Banten

Masuknya bangsa Portugis ke wilayah Banten pada abad ke-16 membawa dinamika baru dalam perdagangan maritim. Namun, pengaruh terbesar datang dari Kesultanan Banten di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin, yang menyebarkan agama Islam hingga ke Tangerang. Masjid dan pesantren bermunculan sebagai pusat dakwah dan pendidikan, menandai identitas keislaman yang kuat hingga kini.

Kolonialisme VOC dan Lahirnya Julukan “Kota Benteng”

Memasuki abad ke-17, Kesultanan Banten harus menghadapi tekanan dari Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Tangerang menjadi garis pertahanan penting karena letaknya yang strategis. Pada tahun 1684, VOC membangun Benteng Makassar setelah menjalin perjanjian dengan Kesultanan Banten. Sejak saat itu, wilayah Tangerang mulai berada dalam pengaruh VOC, dan julukan “Kota Benteng” pun melekat.

Masa Kolonial dan Multikulturalisme

Abad ke-18 menandai datangnya gelombang migrasi komunitas Tionghoa, yang ikut membentuk wajah budaya dan ekonomi Tangerang. Kehadiran mereka membawa tradisi perdagangan, kuliner, dan kerajinan tangan yang hingga kini masih terasa dalam kehidupan masyarakat. Suku Jawa, pengaruh Belanda, serta komunitas Sunda lokal menciptakan dinamika multikulturalisme yang harmonis.

Perjuangan Melawan Penjajahan

Tangerang tidak absen dalam perjuangan nasional. Saat pendudukan Jepang (1942–1945), masyarakat menghadapi masa sulit, termasuk kerja paksa (romusha). Namun, semangat melawan tetap berkobar. Usai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Tangerang menjadi wilayah penting dalam perang revolusi, termasuk dalam Insiden Lengkong 1946 yang memperlihatkan pengorbanan para pejuang muda mempertahankan kemerdekaan.

Transformasi Pasca-Kemerdekaan: Dari Agraris ke Kota Industri

Tangerang ditetapkan sebagai kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada tahun 1946. Letaknya yang dekat dengan Jakarta menjadi keunggulan strategis yang mempercepat laju industrialisasi dan urbanisasi. Pada pertengahan abad ke-20, Tangerang tumbuh pesat sebagai kawasan industri dan penopang ekonomi ibu kota.

Melihat pertumbuhan tersebut, pada tahun 1993, Tangerang resmi dimekarkan menjadi Kota Tangerang, terpisah dari kabupatennya. Kota baru ini difokuskan untuk pengelolaan perkotaan modern, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan pelayanan publik.

Kota Tangerang Hari Ini: Harmoni Modernitas dan Tradisi

Kini, Kota Tangerang menjelma menjadi salah satu kota modern di Indonesia, lengkap dengan infrastruktur canggih, kawasan industri, pusat bisnis, dan lembaga pendidikan. Namun, kota ini tidak melupakan akarnya. Situs bersejarah, festival budaya, dan kuliner khas seperti laksa Tangerang terus dilestarikan, menegaskan bahwa modernitas tidak menghapus identitas.

Wawasan dan Refleksi

Kisah Tangerang mencerminkan bagaimana sejarah, budaya, dan geografi berperan dalam membentuk identitas suatu daerah. Dari peradaban sungai hingga kota industri, dari benteng kolonial hingga pusat multikulturalisme—Tangerang menunjukkan bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan sejarah adalah fondasi untuk masa depan yang berkelanjutan.