sandiwartaNews.com – Jakarta – 23 Juni 2025 — Amerika Serikat melancarkan serangan militer terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran pada akhir pekan lalu. Tindakan ini memicu reaksi beragam, baik di dalam negeri AS maupun dari komunitas internasional, di tengah kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Amerika Serikat meluncurkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran di Natanz, Esfahan, dan Fordo. Presiden Donald Trump secara langsung mengumumkan operasi ini dalam pidatonya dari Gedung Putih, dengan klaim bahwa serangan berhasil “menghancurkan total” fasilitas tersebut.

Namun, pihak Iran membantah klaim tersebut. Pejabat Iran menyatakan bahwa tidak ada kontaminasi nuklir dan fasilitas masih aman, serta berkomitmen untuk melanjutkan program nuklir mereka.

Presiden AS Donald Trump menjadi tokoh sentral dalam keputusan ini. Dari dalam negeri AS, Partai Republik memberikan dukungan penuh terhadap langkah militer tersebut. Ketua DPR Mike Johnson dan Senator Lindsey Graham memuji tindakan Trump sebagai bentuk perlindungan terhadap Israel.

Sebaliknya, tokoh-tokoh dari Partai Demokrat seperti Senator Bernie Sanders dan Ketua Mayoritas DPR Hakim Jeffrey mengecam serangan yang dilakukan tanpa persetujuan Kongres, menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip konstitusi.

Dari pihak internasional, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik serangan tersebut, sementara pemimpin dunia seperti Sekjen PBB Antonio Guterres, serta perwakilan dari Rusia, Tiongkok, dan Australia menyuarakan kekhawatiran mendalam.

Serangan terjadi pada akhir pekan, yang menyebabkan situasi di Washington D.C. relatif tenang secara fisik, meski ketegangan politik meningkat. Gedung Putih belum merilis informasi lebih lanjut, namun Pentagon dijadwalkan menggelar konferensi pers dalam waktu dekat.

Presiden Trump menyatakan bahwa serangan ini diperlukan untuk menghentikan potensi ancaman dari program nuklir Iran yang dinilai telah melampaui batas. Namun, keputusan ini diambil secara sepihak tanpa persetujuan legislatif, sehingga memicu perdebatan mengenai wewenang presiden dalam kebijakan militer.

Survei opini publik di AS yang dilakukan pascaserangan menunjukkan kompleksitas pandangan: 60% warga menolak keterlibatan militer langsung, namun 61% lainnya melihat program nuklir Iran sebagai ancaman serius.

Respons media dan publik terbelah. Media-media besar di AS menempatkan serangan ini sebagai berita utama, dengan banyak pihak terkejut karena sebelumnya Gedung Putih menyatakan bahwa keputusan baru akan diambil dalam dua minggu.

Reaksi publik AS juga belum terlihat dalam bentuk unjuk rasa besar, sebagian karena waktu kejadian yang bertepatan dengan akhir pekan. Namun, suasana politik di ibu kota AS dipenuhi perdebatan tajam antara kubu pendukung dan penentang serangan.

Di tingkat internasional, dunia menanti apakah tindakan ini akan menjadi awal dari konflik yang lebih luas atau mampu ditekan melalui diplomasi lanjutan.