sandiwartanews.com KUNINGAN – Era digital yang kian masif membawa dua sisi mata uang: peluang tak terbatas dan tantangan yang kompleks, terutama bagi generasi muda yang tumbuh besar di tengah gempuran internet dan media sosial. Menyadari urgensi ini, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Kuningan mengambil langkah proaktif dengan membekali para siswa baru di SMK Auto Matsuda, Jalan Raya Maleber No. 192, Desa Kutaraja, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan. Inisiatif ini dilaksanakan dalam rangkaian Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada Rabu, 16 Juli 2025, dengan tujuan utama membentuk pribadi yang bijak dan sehat di tengah ekosistem digital.Nana Suhendra, M.Pd, seorang narasumber berpengalaman dari Diskominfo Kuningan, menjadi motor penggerak edukasi ini. Ia membawakan materi yang sangat relevan dengan keseharian siswa, bertajuk “Etika Bermedsos dan Pengelolaan Screen Time: Bijak di Dunia Maya, Sehat di Dunia Nyata.” Antusiasme para siswa kelas X begitu kentara, menunjukkan betapa krusialnya topik ini bagi mereka.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

“Teknologi adalah alat, kita sebagai manusialah yang seharusnya menjadi pengendali. Jangan sampai justru kita yang dikendalikan olehnya,” tegas Nana, mengingatkan para siswa agar tidak terjerumus dalam penggunaan gawai tanpa kontrol yang berdampak negatif.


Jejaring Digital Indonesia Angka dan Fakta Pengguna Internet Terkini

cerdas siswa bekaliDalam paparannya, Nana Suhendra mengemukakan data terkini mengenai lanskap digital di Indonesia. Pada tahun 2025, jumlah pengguna internet di Tanah Air telah mencapai angka fantastis: 212 juta jiwa dari total populasi 285 juta jiwa. Angka ini merefleksikan tingkat penetrasi internet sebesar 74,6%. Dari jumlah tersebut, sebanyak 143 juta jiwa aktif di berbagai platform media sosial populer seperti YouTube, Facebook, TikTok, Instagram, LinkedIn, Messenger, X (Twitter), dan Snapchat.

Angka-angka ini menjadi fondasi kuat untuk memahami mengapa etika bermedia sosial menjadi materi yang tak terhindarkan. “Etika bermedsos itu krusial. Jangan sembarangan mengunggah, jangan asal berkomentar. Kita harus mampu menjaga reputasi digital, menghindari penyebaran hoaks, menjauhi perundungan (bullying), serta senantiasa menjaga privasi,” jelas Nana. Ia juga menekankan pentingnya menjauhi konten-konten provokatif yang dapat memicu konflik SARA (Suku, Agama, dan RAS), pornografi, dan aksi kekerasan.


Manajemen Screen Time Kunci Keseimbangan Hidup di Era Digital

Selain etika bermedia sosial, Nana Suhendra juga menyoroti aspek tak kalah penting: pengelolaan screen time. Istilah ini merujuk pada durasi waktu yang dihabiskan seseorang di depan perangkat elektronik yang memiliki layar tampilan. Jenis perangkat ini sangat beragam, mulai dari smartphone, komputer atau laptop, televisi, konsol video game (PlayStation), hingga tablet.

Data dari We Are Social 2024 menunjukkan fakta mencengangkan: rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan lebih dari 5 jam 30 menit per hari di depan layar gawai. Jika tidak dikelola dengan bijak, kebiasaan ini dapat berujung pada berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan tidur, penurunan konsentrasi belajar, hingga masalah kesehatan mental, sebagaimana diperingatkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2023.


Solusi Praktis dan Relevansi Edukasi bagi Siswa Baru

Sebagai solusi, Nana Suhendra mengajak para siswa untuk memanfaatkan fitur digital wellbeing yang tersedia di banyak perangkat modern, yang memungkinkan pengaturan batas penggunaan aplikasi. Selain itu, penerapan zona bebas gawai pada waktu-waktu krusial, seperti saat belajar atau sebelum tidur, juga dianjurkan.

Kegiatan edukatif ini menjadi momen yang sangat relevan bagi peserta didik baru SMK Auto Matsuda. Tantangan di era digital bukan hanya soal kemampuan teknis dalam menggunakan teknologi, melainkan juga bagaimana individu dapat tetap sehat, produktif, dan terhindar dari kecanduan gawai yang merugikan.

“Harapan kami, siswa tidak hanya mahir secara teknis menggunakan teknologi, tetapi juga beretika, produktif, dan mampu menjaga keseimbangan hidup antara dunia maya dan dunia nyata,” pungkas Nana, menggarisbawahi esensi dari pembekalan ini.


Pancasila dalam Ruang Digital Membangun Karakter Bangsa di Media Sosial

Lebih dari sekadar pemahaman teknis, siswa juga diajak untuk mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam interaksi mereka di ruang digital. Nana Suhendra memaparkan bagaimana dunia maya harus menjadi cerminan kepribadian dan budaya bangsa Indonesia.

  • Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa): Mendorong sikap toleran, menolak penistaan agama, dan menghargai keberagaman keyakinan di dunia maya.
  • Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab): Menjauhi perundungan siber, memupuk sikap saling menghargai, dan menjaga martabat sesama pengguna.
  • Sila Ketiga (Persatuan Indonesia): Mendorong penyebaran konten yang mempersatukan, bukan memecah belah persatuan bangsa.
  • Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan): Menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang di kolom komentar serta ruang diskusi digital.
  • Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia): Mengembangkan empati, saling membantu sesama, dan bijak dalam menyebarkan informasi.

“Nilai-nilai Pancasila bukan hanya untuk dihafal saat upacara, tapi juga harus kita amalkan dalam setiap jejak kita di media sosial,” tegas Nana, menekankan relevansi Pancasila di setiap lini kehidupan, termasuk dunia digital.

Sesi edukasi ini berlangsung interaktif. Banyak siswa-siswi yang aktif berinteraksi dan berbagi pengalaman digital mereka, menciptakan suasana yang hidup dan akrab. Beberapa siswa bahkan mengungkapkan kesadaran baru bahwa kebiasaan digital mereka selama ini bisa berdampak signifikan pada kesehatan mental dan fisik. “Ternyata yang saya alami itu namanya digital fatigue. Baru tahu juga kalau bisa berpengaruh ke suasana hati dan konsentrasi,” ungkap Siska, salah seorang siswa, mencerminkan pemahaman baru yang ia dapatkan.

Adit Aditya, perwakilan Panitia MPLS SMK Auto Matsuda, menyampaikan apresiasi tinggi atas kehadiran Diskominfo dalam kegiatan ini. Menurutnya, materi yang disampaikan sangat relevan dan berperan penting dalam membentuk karakter siswa di era digital yang dinamis.

“Di dunia media sosial, khususnya, etika sangatlah vital. Satu unggahan atau komentar bisa membawa dampak besar, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, anak-anak harus dididik untuk berpikir matang sebelum mengunggah atau membalas sesuatu di dunia maya,” pungkas Adit, menegaskan kembali pentingnya berhati-hati dalam berinteraksi di ranah digital.