sandiwartanews.com – Kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan tajam. Lebih dari sekadar penindakan, perkara ini sekaligus menjadi alarm bagi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi, khususnya di sektor pengadaan barang dan jasa. KPK menegaskan, pemberantasan korupsi harus berjalan seiring dengan upaya pencegahan yang komprehensif, melibatkan pembenahan sistem, komitmen pimpinan, dan partisipasi seluruh elemen.
Angka Waspada untuk BRI Sorotan pada Pengadaan dan SDM
Penanganan kasus korupsi EDC BRI bukanlah berdiri sendiri. Kasus ini muncul di tengah upaya KPK untuk mengukur integritas institusi publik melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024. BRI, sebagai salah satu BUMN terbesar di Indonesia, turut menjadi objek survei. Hasilnya, KPK mencatat skor BRI berada pada kategori “waspada” dengan angka 73,95.
Angka ini, meskipun tidak terlalu rendah, menunjukkan adanya celah yang perlu segera ditangani. Dari 19 unit kerja BRI yang disampling di berbagai wilayah Indonesia, ditemukan bahwa dimensi pengelolaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) memiliki skor capaian yang minim, yaitu 71,95. Selain itu, manajemen sumber daya manusia (SDM) juga menunjukkan skor yang perlu diperbaiki, sebesar 78,65. Temuan ini menggarisbawahi kerentanan yang ada dalam proses internal BRI, khususnya pada area yang sering menjadi pintu masuk praktik korupsi.
Pengadaan Barang dan Jasa Titik Rawan yang Mendesak Dibentengi
Skor rendah pada dimensi pengelolaan pengadaan barang dan jasa di BRI menjadi perhatian serius. Sektor pengadaan memang dikenal sebagai area yang sangat rentan disalahgunakan, mulai dari praktik kolusi, nepotisme, hingga mark-up harga. Dalam konteks BUMN, volume dan nilai proyek pengadaan seringkali sangat besar, sehingga potensi kerugian negara akibat korupsi juga berlipat ganda.
KPK mendorong agar temuan dan rekomendasi dari SPI 2024 ini tidak hanya menjadi data, melainkan dasar konkret untuk tindak lanjut perbaikan. BRI diharapkan dapat menjadikan laporan ini sebagai peta jalan untuk membenahi sistem pengadaan, memperketat pengawasan, dan memastikan transparansi di setiap tahapan. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam setiap proses pengadaan menjadi kunci untuk menutup celah korupsi.
Pencegahan Korupsi Lebih dari Sekadar Penindakan Hukum
KPK tidak hanya berhenti pada upaya penindakan. Lembaga antirasuah ini secara konsisten mendorong pentingnya penguatan sistem pencegahan korupsi pada pelaku dan badan usaha. Filosofi di balik pendekatan ini adalah bahwa akar korupsi harus dicabut melalui perbaikan sistemik, bukan hanya menindak individu yang terlibat.
Pendampingan dan PANCEK Senjata KPK untuk Dunia Usaha Berintegritas
Dalam upaya pencegahan, KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) terus aktif melakukan pendampingan kepada berbagai pelaku dan badan usaha. Tujuannya adalah membantu mereka menerapkan prinsip-prinsip usaha yang berintegritas. Salah satu instrumen penting yang disediakan KPK adalah Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) untuk Dunia Usaha.
PANCEK ini dirancang sebagai rujukan praktis yang memberikan rekomendasi dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan. Dengan PANCEK, perusahaan dapat mengidentifikasi kelemahan dalam sistem mereka, merumuskan langkah-langkah perbaikan, dan membangun budaya antikorupsi yang kuat dari dalam. Instrumen ini adalah bukti nyata komitmen KPK untuk bermitra dengan sektor swasta dan BUMN dalam menciptakan ekosistem bisnis yang bersih.
Komitmen dan Kolaborasi Kunci Lingkungan Kerja Berintegritas
Pemberantasan korupsi, baik di BRI maupun di BUMN lainnya, membutuhkan upaya yang holistik. Ini mencakup tiga pilar utama:
- Pembenahan Sistem: Membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan minim celah untuk praktik korupsi. Ini termasuk perbaikan pada sistem pengadaan, manajemen SDM, dan kontrol internal.
- Komitmen Pimpinan dan Pegawai: Integritas harus dimulai dari puncak. Komitmen pimpinan untuk tidak mentolerir korupsi dan memastikan setiap pegawai memegang teguh nilai-nilai integritas adalah fondasi utama. Pelatihan, sosialisasi, dan penegakan kode etik menjadi sangat penting.
- Pelibatan Seluruh Pihak: Pencegahan korupsi bukan hanya tugas KPK atau manajemen. Seluruh stakeholder, termasuk karyawan, vendor, mitra bisnis, hingga masyarakat, harus dilibatkan dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan berintegritas. Mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang efektif dan aman juga krusial.
KPK berharap, penindakan perkara korupsi EDC BRI yang sedang berjalan ini dapat menjadi pemantik dan momentum bagi BRI serta seluruh BUMN untuk melakukan upaya pencegahan korupsi yang lebih serius dan berkelanjutan. Ini adalah kesempatan untuk tidak hanya membersihkan diri dari praktik masa lalu, tetapi juga membangun benteng pertahanan yang kokoh agar praktik serupa tidak terulang di masa depan.
Apakah Anda setuju bahwa kasus korupsi seperti ini harus menjadi momentum untuk perbaikan sistemik yang lebih besar di BUMN?