Kuningansandiwartanews.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kuningan menjadi salah satu agenda strategis nasional yang pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara serampangan. Dengan total anggaran mencapai Rp355 miliar, pemerintah daerah menegaskan bahwa setiap rupiah harus dipertanggung jawabkan secara hukum, administratif, dan moral. Tidak ada ruang untuk kelalaian, apalagi penyimpangan.

Peringatan keras itu kembali ditegaskan oleh Sukendar, S.H., kepada sandiwartanews.com melalui pesan WhatsApp, merespons arahan Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan MBG bersama 127 pengelola dapur MBG di Aula Setda Kuningan, Selasa (22/12/2025).

“Anggaran MBG Kuningan sangat besar, mencapai Rp355 miliar. Ini harus dilaksanakan secara benar dan bertanggung jawab,” ujar Sukendar mengutip penegasan Bupati.

Menurut Sukendar, MBG bukan sekadar program sosial, melainkan perintah konstitusi. Negara wajib hadir menjamin pemenuhan gizi masyarakat, terutama kelompok rentan, sebagai fondasi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ia mengingatkan bahwa UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) menjamin hak setiap anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, sementara Pasal 28H ayat (1) menegaskan hak setiap warga negara atas hidup sehat dan pelayanan kesehatan yang layak. Amanat tersebut diperkuat oleh UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak, khususnya terkait pemenuhan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

“Secara hukum, MBG memiliki legitimasi kuat. Karena itu, pelaksanaannya wajib tunduk pada aturan, bukan pada kepentingan sesaat,” tegas Sukendar.

Tahun 2025 menjadi babak baru pelaksanaan MBG. Pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Program Makan Bergizi Gratis, yang menjadi dasar operasional nasional. Regulasi ini dilengkapi petunjuk teknis dari Badan Gizi Nasional (BGN).

Setiap mitra MBG yang tergabung dalam Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib terdaftar resmi di sistem Mitra BGN. Bentuk badan usaha pun dibatasi, hanya UMKM, PT, koperasi, BUMDes, atau yayasan/lembaga sosial yang diperkenankan.

Dalam aspek teknis, satu dapur MBG maksimal melayani 3.000 porsi per hari, Pembatasan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 244 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bantuan Pemerintah untuk Program MBG Tahun Anggaran 2025.

“Standar 2.500 porsi per hari dibuat agar SPPG dapat menjaga kualitas pelayanan, mulai dari pengolahan, penyajian, hingga distribusi makanan kepada penerima manfaat. Namun jika tenaga juru masak sudah bersertifikat BNSP, kapasitasnya bisa ditingkatkan hingga 3.000 porsi,” ujar Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, dalam keterangan tertulis, sebagaimana dikutip dari tinthijau.com Kamis (30/10/2025).

Mulai Februari 2025, sistem pembayaran reimburse dihapus, diganti dengan transfer langsung ke rekening mitra. Konsekuensinya, transparansi dan akuntabilitas keuangan menjadi tuntutan mutlak.

“BGN secara tegas melarang subkontrak. Mitra tidak boleh melempar pekerjaan ke pihak ketiga,” kata Sukendar.

Sukendar menekankan, legalitas usaha bukan formalitas. Mitra MBG wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), NPWP, akta pendirian badan usaha, proposal kerja sama, serta terdaftar di mitra.bgn.go.id.

Dalam waktu maksimal satu bulan sejak operasional, mitra juga diwajibkan mengantongi tiga sertifikat penting: Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Dinas Kesehatan, SPP-IRT atau Sertifikat Halal, serta sertifikat pelatihan keamanan pangan bagi penjamah makanan. Kegagalan memenuhi syarat ini berujung pada sanksi tegas berupa penutupan operasional.

Bupati Kuningan, lanjut Sukendar, telah membeberkan sejumlah indikator pelanggaran dapur MBG yang kini menjadi fokus pengawasan. Di antaranya ketidaksesuaian harga per porsi, persoalan legalitas, hingga sanitasi dapur.

“Beberapa aspek ditekankan, mulai dari kewajiban IPAL, SLHS, hingga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ini bukan sekadar administrasi, tapi menyangkut kesehatan publik,” ujarnya mengutip penegasan Bupati.

Bahkan, mekanisme pencicipan makanan pun diatur ketat. Guru tidak diperbolehkan mencicipi makanan secara sembarangan. Pengujian rasa dan kualitas hanya boleh dilakukan oleh tim pemeriksa khusus yang ditunjuk pemerintah provinsi, demi mencegah risiko kontaminasi.

Mengacu Pasal 4 Perpres 115/2025, penerima manfaat MBG meliputi peserta didik PAUD hingga pendidikan menengah, termasuk pendidikan keagamaan dan pesantren, anak usia 6 bulan hingga di bawah 5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, serta kelompok lain termasuk pendidik dan tenaga kependidikan.

Dengan cakupan sasaran yang luas dan sensitif, pemerintah menilai pengawasan harus dilakukan berlapis. Mitra diwajibkan memiliki laporan keuangan rapi, siap diaudit, serta menerapkan manajemen risiko. Jika ditemukan ketidaksesuaian, dana wajib dikembalikan ke kas negara.

Sukendar menegaskan, MBG adalah program mulia yang tidak boleh dicederai oleh kepentingan sempit. Anggaran besar menuntut integritas yang lebih besar pula.

“Pesan Bupati sangat jelas: jangan main-main. Ini uang negara dan menyangkut masa depan generasi. Aturannya sudah lengkap, sanksinya juga ada,” pungkasnya.

Dengan regulasi ketat dan pengawasan berjenjang, MBG di Kuningan diharapkan menjadi contoh pelaksanaan program gizi nasional yang bersih, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Sebaliknya, bagi pihak yang mencoba mengabaikan aturan, risiko sanksi kini bukan lagi ancaman, melainkan keniscayaan.