sandiwartanews.com – 15 juli 2025 -Lembur pakuan Gubernur jawa barat Menyampaikan Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga pagi ini seluruh warganet dalam keadaan sehat dan bahagia. Pagi yang cerah ini, kita akan membahas sebuah isu yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial, terkait dugaan penggunaan anggaran media di Provinsi Jawa Barat. Sebuah tudingan mencuat bahwa pemangkasan anggaran media sebesar Rp 47 miliar justru digunakan untuk membayar “buzzer”. Benarkah demikian? Mari kita telusuri fakta di balik isu ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Menepis Tuduhan “Buzzer” dengan Transparansi Anggaran

Isu mengenai penggunaan anggaran media untuk membayar buzzer di Provinsi Jawa Barat menjadi sorotan tajam di platform daring. Beberapa pihak menuding bahwa langkah pemangkasan anggaran media yang mencapai Rp 47 miliar tidak memiliki arti, karena dananya justru dialihkan untuk membiayai operasi buzzer. Tudingan ini tentu saja memicu beragam reaksi dan pertanyaan di kalangan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Jawa Barat melalui  Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan transparansi penuh terkait penggunaan anggaran. Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi dan didasari data akurat.

“Saya sampaikan ya, silakan dicek di anggaran Provinsi Jawa Barat, di Dinas Informasi Komunikasi, ada enggak sih anggaran untuk bayar para buzzer? Jika Anda menemukan, silakan dilaporkan saja ke aparat penegak hukum. Anggarannya terbuka kok,” tegas Dedi Mulyadi.

Pernyataan ini bukan sekadar imbauan, melainkan sebuah tantangan terbuka bagi siapa saja yang meragukan. Data anggaran publik dapat diakses secara mudah. Masyarakat dapat mengambil data anggaran yang tersedia, atau bahkan mendatangi langsung Dinas Informasi dan Komunikasi untuk meminta dan mempelajari buku data anggaran. Langkah ini menunjukkan keseriusan Pemprov Jabar dalam menjaga akuntabilitas dan menepis tudingan miring.

“Tinggal ambil datanya, ada kok, silakan saja. Atau datangi Dinas Informasi Komunikasi, bertanya, ada enggak anggarannya? Pinta tuh buku datanya, ambil. Nah, itu saya persilakan ya,” tambahnya.

Pentingnya data dan bukti konkret menjadi landasan utama dalam menyikapi isu ini. Tuduhan tanpa dasar yang kuat hanya akan menciptakan kebingungan dan misinformasi di ruang publik.

Suara Rakyat Bukan Buzzer, Melainkan Pemikir Rasional

Di tengah pusaran isu ini, menarik untuk dicermati bahwa banyak sekali suara dukungan yang muncul di media sosial. Mereka adalah warga yang memiliki pemikiran kritis dan harapan akan perbaikan serta kebaikan di Provinsi Jawa Barat. Ironisnya, suara-suara ini seringkali dicap sebagai “buzzer” oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. “Sampai hari ini, ternyata di media sosial banyak sekali yang memberikan support, itu mereka adalah warga yang memiliki pikiran dan harapan akan perbaikan dan kebaikan di Provinsi Jawa Barat. Mereka bukan buzzer,” jelas Dedi Mulyadi.

Mereka adalah individu-individu yang memiliki rasionalitas dan emosionalitas tinggi, yang berani menyuarakan pandangan mereka tanpa harus menjelekkan orang lain. Dukungan tulus dari masyarakat ini menjadi cerminan bahwa publik semakin cerdas dan mampu membedakan mana informasi yang benar dan mana yang sekadar tuduhan tak berdasar.

“Terima kasih ya Karena rakyat ini penting curiga pada pemimpinnya. Kalau Rakyatnya  tidak curiga, Takutnya pemimpinnya mengambil tindakan-tindakan yang merugikan Msyarakat. Terima kasih ya,” ucapnya, mengapresiasi kepekaan dan partisipasi publik.

Kecurigaan publik terhadap pemimpin adalah hal yang wajar dan sehat dalam demokrasi, namun kecurigaan tersebut harus didasari oleh data dan fakta yang valid, bukan sekadar asumsi atau desas-desus.

Etika Berbicara di Media Sosial Data Dulu, Bicara Kemudian

Dalam era digital ini, kemudahan akses informasi juga membawa tantangan tersendiri, yaitu maraknya penyebaran berita bohong atau hoaks. Isu anggaran media dan dugaan pembayaran buzzer ini menjadi contoh nyata betapa pentingnya verifikasi data sebelum mengemukakan pendapat di ruang publik.

“Tetapi saya harap sebelum angkat bicara di media sosial, lebih baik siapkan dulu datanya baru angkat bicara. Karena kan kita tidak mungkin berbicara sembarangan tanpa data. Karena itu termasuk kategori penyebaran berita bohong ya,” tegas Dedi Mulyadi.

Pesan ini sangat relevan. Mengeluarkan pernyataan atau tuduhan tanpa dasar data yang kuat dapat dikategorikan sebagai penyebaran berita bohong, yang memiliki konsekuensi hukum. Tanggung jawab moral dan etika dalam bermedia sosial menjadi krusial. Setiap individu memiliki peran dalam menjaga ekosistem informasi yang sehat dan bertanggung jawab.

Secara khusus, Gubernur Jabar juga menyampaikan pesan kepada individu yang secara terang-terangan menduga penggunaan dana APBD untuk membayar buzzer. “Salam untuk Mbak yang berkerudung, yang angkat bicara. Saya menggunakan dana APBD untuk membayar buzzer. Terima kasih Mbak. Semoga Mbak sehat, berkah bersama keluarganya, dan mudah-mudahan dibiasakan hidup tidak berbohong di depan umum. Haturnuhun.”

Pesan ini tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga harapan agar setiap individu dapat lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi, terutama di hadapan publik. Transparansi anggaran adalah kunci, dan masyarakat diajak untuk terlibat aktif dalam mengawal, bukan hanya menuduh tanpa bukti. Dengan data yang valid, kebenaran akan terkuak, dan polemik dapat diselesaikan dengan kepala dingin.