sandiwartaNews.com  — Pengembangan desa wisata di Indonesia kini menjadi bagian penting dari strategi nasional untuk membangkitkan sektor pariwisata pasca pandemi serta mempercepat pemerataan ekonomi, terutama di wilayah pedesaan. Dengan mengedepankan konsep community-based tourism, pemerintah mendorong keterlibatan aktif masyarakat desa dalam mengelola potensi lokal sebagai daya tarik wisata.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dalam implementasinya, pengembangan desa wisata bukan hanya soal menciptakan destinasi baru, tetapi juga tentang membangun ekosistem berbasis partisipasi masyarakat, kolaborasi multipihak, dan keberlanjutan jangka panjang. Hal ini diuraikan secara sistematis dalam Buku Pedoman Desa Wisata Edisi II (Juni 2021) yang memuat sembilan langkah strategis untuk mewujudkan desa wisata yang mandiri, tangguh, dan berdaya saing tinggi.

Sembilan Langkah Esensial Pengembangan Desa Wisata

  1. Komitmen Bersama: Kesepakatan seluruh elemen masyarakat desa, komunitas, dan pemerintah desa menjadi landasan awal pengembangan desa wisata. Komitmen ini penting untuk membangun rasa kepemilikan dan mencegah resistensi di kemudian hari.
  2. Identifikasi Potensi: Desa didorong untuk menggali potensi lokal yang bersifat unik, baik berupa kekayaan alam, budaya, maupun buatan masyarakat. Proses ini dilakukan melalui musyawarah partisipatif agar potensi yang dipilih benar-benar mencerminkan identitas lokal.
  3. Analisa Permasalahan: Setiap desa perlu memetakan hambatan yang mungkin dihadapi, baik dari segi infrastruktur, kapasitas SDM, maupun dinamika sosial. Analisis ini berguna untuk merancang langkah antisipatif dan solusi jangka panjang.
  4. Solusi Dampak: Pengembangan desa wisata membawa dampak positif dan negatif. Oleh karena itu, diperlukan strategi mitigasi yang disepakati bersama, khususnya untuk menjaga keberlanjutan sosial, budaya, dan lingkungan.
  5. Regulasi Lokal: Aturan internal desa menjadi kerangka hukum yang mengatur tata kelola desa wisata, termasuk pembagian manfaat ekonomi, pelestarian budaya, dan perlindungan sumber daya alam.
  6. Integrasi dan Kolaborasi (Pentahelix): Model kolaborasi Pentahelix melibatkan lima unsur penting: pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas, dan media. Sinergi antar unsur ini diyakini mampu memperkuat ekosistem pariwisata desa.
  7. Peningkatan Kapasitas SDM: Penguatan kompetensi masyarakat di bidang pariwisata, manajemen, teknologi digital, komunikasi, dan layanan publik menjadi fokus utama dalam membangun daya saing desa wisata.
  8. Publikasi dan Promosi: Pemanfaatan media digital dan konvensional sangat diperlukan untuk mengenalkan desa wisata kepada pasar yang lebih luas. Promosi yang efektif dapat memperkuat citra desa sekaligus meningkatkan kunjungan wisatawan.
  9. Keberlanjutan: Monitoring dan evaluasi rutin, serta inovasi berkelanjutan, menjadi kunci agar desa wisata tetap relevan dan berkembang. Komitmen jangka panjang dari seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk menjaga eksistensi desa wisata.

Menuju Desa Wisata yang Berkelanjutan

Prinsip pariwisata berkelanjutan diterapkan dengan menyeimbangkan tiga aspek utama: ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Keberhasilan desa wisata bukan hanya diukur dari peningkatan jumlah pengunjung, melainkan dari dampaknya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, pelestarian budaya lokal, serta perbaikan infrastruktur secara menyeluruh.

Desa wisata idealnya menjadi ruang pembelajaran bagi masyarakat lokal untuk mandiri secara ekonomi, tanpa kehilangan jati diri. Konsep ini juga mendorong penguatan kearifan lokal sebagai aset berharga yang tidak dimiliki oleh destinasi wisata massal.