Kisah Pilu di Balik Tumpukan Sampah Yanti, Kehamilan, dan Setia Sang Suami
sandiwartanews.com – Bandung 14 juli 2025 Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, seringkali kita lupa bahwa di sudut-sudut kota, masih banyak saudara kita yang berjuang melawan kemiskinan ekstrem. Salah satu kisah yang baru-baru ini mencuri perhatian dan menyentuh hati banyak orang adalah kisah Yanti, seorang ibu hamil tiga bulan yang terpaksa bertahan hidup dengan makanan seadanya, bahkan hanya bermodalkan beras hasil pungutan dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kisah Yanti dan suaminya ini terungkap berkat kepedulian Dedi Mulyadi, sosok yang dikenal dengan empati dan aksi sosialnya yang nyata.
Dalam sebuah momen yang diabadikan Dedi Mulyadi, terlihat jelas bagaimana Yanti dan suaminya menjalani hari-hari mereka. “Jadi ini teteh makan beras ini?” tanya Dedi Mulyadi dengan nada prihatin. Suami Yanti, dengan tatapan lesu namun penuh ketulusan, menjawab, “Jadi hari ini beras dari mungut.” Jawaban ini bukan sekadar kalimat, melainkan gambaran pahit dari realitas yang mereka hadapi setiap hari.
Bertahan Hidup di Ujung Tanduk Lauk Garam dan Harapan yang Terpinggirkan

Kehidupan Yanti dan suaminya jauh dari kata layak. Hamil tiga bulan tanpa surat nikah resmi, Yanti tidak dapat mencari pekerjaan. Suaminya menjelaskan, “Lagi hamil.” Kondisi ini tentu menjadi beban ganda bagi mereka. Untuk sekadar mengisi perut, mereka hanya bisa mengandalkan nasi dari beras pungutan TPA dengan lauk seadanya, bahkan seringkali hanya garam. “Iya udah biasa kaya gini jadi makan hari ini pake garam,” ujar sang suami. Sebuah pengakuan yang menusuk hati, menggambarkan betapa tipisnya batas antara hidup dan mati bagi mereka. “Kalo ada uang baru beli lauk,” tambah Yanti, menyiratkan bahwa harapan untuk sekadar menikmati makanan layak adalah kemewahan yang langka.
Kisah ini menjadi pengingat keras bagi kita semua tentang pentingnya rasa syukur. Di tengah keluh kesah dan keinginan yang tak ada habisnya, ada Yanti dan keluarganya yang berjuang hanya untuk bertahan hidup. “Betapa kita harus bersyukur, di luar sana masih lebih banyak yang lebih susah dari kita,” ujar Dedi Mulyadi, seolah mewakili perasaan jutaan orang yang tersadar akan realita ini.
Solusi Nyata dari Dedi Mulyadi Merajut Asa untuk Keluarga Yanti
Melihat kondisi memprihatinkan Yanti dan suaminya, Dedi Mulyadi tidak tinggal diam. Ia segera memikirkan solusi konkret untuk membantu mereka. Salah satu saran awal Dedi adalah agar Yanti pulang kampung. Namun, jawaban Yanti menunjukkan besarnya kasih sayang dan pengorbanan seorang istri. “Kasian si aa-nya,” ujarnya, merujuk pada suaminya. Meskipun hidup dalam kesusahan, ikatan cinta dan kepedulian di antara mereka begitu kuat.
Dedi Mulyadi, yang terkenal dengan komitmennya terhadap kesejahteraan masyarakat, tak berhenti di situ. Ia memberikan harapan baru bagi pasangan ini. Dedi Mulyadi berjanji akan mengurus pernikahan resmi mereka, memastikan status legal Yanti dan suaminya, serta memberikan kepastian hukum bagi anak yang akan lahir. Lebih dari itu, Dedi Mulyadi juga berkomitmen untuk merenovasi rumah mereka yang kumuh. “Nanti rumahnya direnovasi biar enggak kumuh,” janji Dedi, disambut senyum bahagia yang tak dapat disembunyikan oleh pasangan tersebut. Senyum itu, meskipun tipis, memancarkan kelegaan dan secercah harapan setelah sekian lama bergumul dalam kegelapan.
Ketulusan Hati di Balik Kemiskinan Menginspirasi dengan Kebajikan
Yang lebih mengharukan dari kisah ini adalah kebesaran hati Yanti dan suaminya. Meskipun hidup dalam kemiskinan yang ekstrem, mereka tidak melupakan orang tua. “Meskipun hidup keadaan mereka susah tapi suka mengirim ke orang tuanya, begitu besar hati mereka,” tutur Dedi Mulyadi. Ini adalah bukti nyata bahwa kebaikan hati tidak diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki, melainkan dari seberapa besar kepedulian terhadap sesama, bahkan dalam keterbatasan sekalipun.
Kisah Yanti dan keluarga ini bukan hanya tentang kemiskinan dan penderitaan, tetapi juga tentang ketahanan spiritual, cinta sejati, dan kekuatan kepedulian sosial. Aksi Dedi Mulyadi menjadi jembatan harapan bagi mereka, menunjukkan bahwa uluran tangan dari sesama dapat mengubah nasib dan mengembalikan martabat. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar, menyadari betapa beruntungnya kita, dan tergerak untuk berbagi kebaikan dengan mereka yang membutuhkan.