@dw_nesia Meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis selama meliput aksi unjuk rasa sepekan ini, menambah daftar panjang catatan tindak kekerasan yang dilakukan aparat terhadap pers. Ketika suara media dibungkam, publik berpotensi akan kehilangan akses pada informasi. Jika kekerasan pada jurnalis terus berulang, apakah ini bagian dari pembungkaman pers? #dwidn ♬ Originalton – DW Indonesia
Sandiwartanews.com – 3 September 2025 – Aksi unjuk rasa yang seharusnya menjadi ruang ekspresi demokrasi justru berubah menjadi panggung kelam bagi kebebasan pers. Sepanjang 25–31 Agustus 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat rentetan kekerasan terhadap jurnalis di berbagai titik aksi. Dari pemukulan, intimidasi, hingga serangan fisik yang membahayakan nyawa, para pewarta kembali menjadi korban di tengah liputan.
Rentetan Kekerasan di Lapangan
- Jurnalis Tempo & ANTARA dipukul di sekitar Mako Brimob.
- Jurnalis Jurnas.com diintimidasi di sekitar Gedung DPR.
- Dua jurnalis di Bali diintimidasi aparat.
- Jurnalis TV One ditangkap dan dipukul.
- Jurnalis pers mahasiswa disiram air keras.
Kesaksian langsung memperlihatkan betapa beratnya kondisi di lapangan.
“Gas air mata tepat di depan mata saya. Menangis, sesak, dan kami tetap berjuang mendapatkan informasi,” — Olivia, jurnalis.
“Kalau orang bilang kita tidak meliput, itu salah besar. Saya sendiri berlari-lari, terkena gas air mata, dan itu sangat pedih,” — Chesa, jurnalis.
“Tongkat polisi mengarah ke muka saya, saya tangkis dengan lensa kamera. Saat kami sudah berada di posisi aman, polisi masih mengusir,” — Bayu, jurnalis ANTARA.
AJI 60 Kasus Kekerasan dalam Delapan Bulan
Data AJI menunjukkan, sejak Januari hingga Agustus 2025, terdapat 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Bentuknya beragam, mulai dari teror, intimidasi, serangan digital, hingga serangan fisik yang mengancam keselamatan.
“Tidak pernah ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang ditangani dengan serius. Gambaran besarnya, ini mengarah kepada pembungkaman dan penyensoran,” ujar Ignatius Haryanto, Majelis Etik AJI Jakarta.
Pemerintah Klaim Pers Tetap Merdeka
Di sisi lain, pemerintah menegaskan komitmennya terhadap kebebasan pers.
“Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat. Kemerdekaan pers dijamin, tidak ada sensor atau bredel.” — Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Ironisnya, meski pemerintah berkali-kali menegaskan kebebasan pers, praktik kekerasan di lapangan terus berulang. Publik pun bertanya-tanya mengapa serangan terhadap jurnalis masih terus terjadi, dan mengapa penyelesaiannya selalu mandek?
Selama jawaban itu belum terungkap, ancaman terhadap jurnalis bukan hanya menjadi pukulan bagi profesi wartawan, melainkan juga sebuah tamparan keras bagi demokrasi Indonesia.