Sandiwartanews.com Jumat, 1 Agustus 2025 –Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada 1.116 orang terpidana, termasuk Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, menjadi sorotan publik dan memicu reaksi beragam dari berbagai pihak. Pengumuman yang disampaikan DPR RI ini secara langsung menggugurkan vonis 3,5 tahun penjara yang baru saja dijatuhkan kepada Hasto dalam kasus suap Harun Masiku. Keputusan ini memunculkan pertanyaan besar mengenai independensi hukum dan hak prerogatif presiden.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada 1.116 narapidana. Dari jumlah tersebut, nama Hasto Kristiyanto menjadi yang paling disorot. Hasto sendiri baru saja divonis hukuman 3 tahun 6 bulan penjara pada 25 Juli 2025 atas kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Persetujuan DPR ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, setelah rapat bersama perwakilan pemerintah, yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). “Persetujuan atas surat Presiden tentang pemberian amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Termasuk saudara Hasto Kristiyanto, telah diberikan,” kata Dasco di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.

Pihak-pihak utama yang terlibat dalam peristiwa ini adalah Presiden Prabowo Subianto sebagai pengusul amnesti, DPR RI sebagai pemberi persetujuan, dan Hasto Kristiyanto sebagai salah satu penerima amnesti. Tak hanya itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya menangani kasus Hasto, serta tim kuasa hukum Hasto juga menjadi bagian penting dari narasi ini. Peran Presiden Prabowo dalam menggunakan hak prerogatifnya dan persetujuan cepat dari DPR menjadi poin krusial dalam dinamika politik saat ini.

Keputusan ini diumumkan pada hari Kamis, 31 Juli 2025, setelah rapat antara DPR dan pemerintah. Pengumuman ini datang hanya beberapa hari setelah Hasto Kristiyanto dijatuhi vonis pidana pada Jumat, 25 Juli 2025. Proses hukum Hasto sendiri masih dalam tahap pengajuan banding, sebuah fakta yang turut memicu kontroversi. Ini menunjukkan kecepatan yang luar biasa dalam proses administrasi hukum di tingkat eksekutif dan legislatif, yang tidak biasa terjadi dalam kasus-kasus serupa.

Pengumuman persetujuan amnesti ini dilakukan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, lokasi di mana DPR RI menggelar rapatnya. Ini adalah pusat dari pengambilan keputusan politik dan legislatif di Indonesia, yang menambah bobot politis dari pengumuman tersebut.

Amnesti adalah hak prerogatif presiden yang tercantum dalam Pasal 14 UUD 1945, yang memberi wewenang untuk memberikan pengampunan atau penghapusan hukuman. Namun, keputusan ini dianggap kontroversial karena:

  • Waktu yang Sangat Cepat: Amnesti diberikan hanya dalam hitungan hari setelah vonis dijatuhkan, sementara proses hukum banding masih berjalan. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai adanya intervensi politik dalam proses peradilan.
  • Kasus Korupsi: Hasto Kristiyanto divonis dalam kasus suap, sebuah tindak pidana korupsi yang selama ini menjadi fokus utama KPK untuk diberantas. Pemberian amnesti untuk kasus seperti ini dinilai dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
  • Implikasi Politik: Hasto Kristiyanto adalah Sekjen partai politik terbesar di Indonesia. Amnesti ini bisa saja dilihat sebagai langkah politik untuk menjaga stabilitas atau bahkan sebagai bentuk kompromi politik.

Respons terhadap amnesti ini bervariasi. Ketua KPK Seto Budiyanto memilih untuk bersikap hati-hati dengan menyatakan bahwa pemberian amnesti adalah kewenangan penuh presiden sesuai UUD 1945. “Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945,” kata Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi. Pernyataan ini menunjukkan sikap institusional yang tidak ingin berbenturan langsung dengan kekuasaan eksekutif, meskipun kasus ini adalah hasil kerja keras KPK.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu informasi tersebut. “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut, sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” ujar Budi. Pernyataan ini mengindikasikan KPK belum sepenuhnya menerima keputusan tersebut dan masih mempertimbangkan langkah-langkah hukum selanjutnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara kepada Hasto. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut 7 tahun penjara. Fakta bahwa hakim menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan, namun tetap bersalah menyuap Wahyu Setiawan senilai Rp400 juta, menjadi dasar vonis yang kini dianulir oleh amnesti presiden.

Keputusan ini membuka babak baru dalam dinamika hukum dan politik di Indonesia, di mana hak prerogatif presiden dihadapkan pada upaya penegakan hukum terhadap korupsi. Masyarakat menanti penjelasan lebih lanjut dari Istana Kepresidenan dan tanggapan resmi dari PDI Perjuangan terkait nasib politik Hasto Kristiyanto setelah amnesti ini.