Kuningan – Sandiwartanews.com — Keberanian Forum Masyarakat Kalimanggis Kulon dalam melaporkan dugaan persoalan tata kelola pemerintahan desa mendapat apresiasi dari kalangan praktisi hukum. Pentolan Kantor Hukum Ratu Adil, Sukendar, SH, menyatakan “angkat topi” atas langkah warga yang mencerminkan kesadaran hukum, keberanian, serta tanggung jawab sebagai warga negara dalam menjaga uang publik.
Menurut Sukendar, tindakan warga Kalimanggis Kulon bukan bentuk perlawanan terhadap pemerintah desa, melainkan bagian dari kontrol sosial yang sah, konstitusional, dan dijamin undang-undang.
“Saya angkat topi kepada Forum Masyarakat Kalimanggis Kulon. Ini contoh warga yang berani menempuh jalur hukum secara beradab dan konstitusional,” ujar Sukendar kepada sandiwartanews.com Melalui Pesan WhatsApp (19/12/2025) .
Sukendar menegaskan agar masyarakat tidak gentar menghadapi intimidasi, tekanan, maupun intervensi setelah laporan disampaikan. Menurutnya, ketakutan kerap menjadi alat untuk membungkam suara rakyat, padahal pengawasan publik merupakan elemen penting dalam negara demokrasi.
“Jangan takut intimidasi. Ini uang rakyat dan dikelola atas nama rakyat. Kontrol sosial bukan pelanggaran hukum, melainkan hak warga,” tegasnya.
Keberanian warga Kalimanggis Kulon menunjukkan meningkatnya pemahaman hukum masyarakat desa, yang selama ini sering berada pada posisi lemah ketika berhadapan dengan kekuasaan.
Hak Konstitusional Dijamin UUD 1945
Sukendar mengingatkan bahwa hak masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi dijamin secara tegas oleh Pasal 28E dan Pasal 28F UUD 1945.
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menegaskan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi dan menyampaikannya melalui segala saluran yang tersedia.
“Konstitusi jelas melindungi hak warga untuk menyampaikan informasi, berpendapat, dan melakukan pengawasan. Tidak boleh ada pembungkaman,” jelas Sukendar.
Pemahaman hak konstitusional ini penting agar masyarakat desa tidak takut memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Contoh bagi Desa Lain
Sukendar menilai langkah warga Kalimanggis Kulon patut dijadikan contoh bagi desa-desa lain. Ia mendorong masyarakat agar berani bersuara dan tidak diam ketika menemukan dugaan ketidaksesuaian dalam pengelolaan dana publik.
“Apa yang dilakukan warga Kalimanggis Kulon harus menjadi contoh bagi desa lain. Jangan diam ketika ada dugaan masalah. Negara memberi ruang bagi rakyat untuk bertanya, mengawasi, dan melapor secara sah,” ujarnya.
Keberanian warga bukan untuk menciptakan konflik atau menjatuhkan kepala desa, melainkan memastikan pemerintahan desa berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan hukum.
“Desa yang sehat adalah desa yang diawasi warganya sendiri. Ini bukan soal melawan kuwu, tetapi menjaga uang rakyat agar benar-benar kembali kepada rakyat,” tegasnya.
Fungsi Pers sebagai Pilar Demokrasi
Dalam konteks pengawasan publik, Sukendar menegaskan pentingnya fungsi pers sebagai pilar demokrasi. Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial.
“Pers memiliki peran strategis sebagai kontrol sosial. Media berhak dan wajib menyampaikan informasi yang benar kepada publik, termasuk dugaan persoalan di pemerintahan desa,” katanya.
Kerja jurnalistik profesional dan berimbang justru membantu pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menjaga transparansi dan mencegah penyimpangan.
“Selama pers bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik dan memberi ruang klarifikasi, tidak ada alasan untuk menghalangi atau mengintimidasi wartawan,” tegas Sukendar.
Sukendar menekankan bahwa pelaporan terhadap kuwu atau kepala desa bukan upaya menjatuhkan individu tertentu, melainkan mekanisme koreksi dalam sistem pemerintahan demokratis. Prinsip praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi, dan aparat penegak hukum memiliki kewenangan menilai apakah laporan memenuhi unsur pelanggaran.
“Kalau tidak ada pelanggaran, silakan dibuktikan melalui proses hukum. Keterbukaan justru memperkuat kepercayaan publik,” ujarnya.
sandiwartanews.com membuka ruang hak jawab dan klarifikasi bagi pihak Kuwu Desa Kalimanggis Kulon maupun pihak lain yang disebutkan dalam pemberitaan. Hingga berita diterbitkan, redaksi masih mengupayakan konfirmasi dari pihak terkait.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas di tingkat desa, terutama dalam pengelolaan keuangan negara. Partisipasi aktif masyarakat dan peran pers menjadi kunci pencegahan penyalahgunaan kewenangan.
“Desa kuat bukan desa yang anti kritik, melainkan desa yang berani terbuka dan bertanggung jawab,” pungkas Sukendar.
Masyarakat desa diharapkan ikut serta dalam pengawasan penggunaan Dana Desa. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, warga berhak mengetahui dan mengawasi penggunaan dana, serta melaporkan indikasi penyalahgunaan ke aparat penegak hukum.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyalahgunaan Dana Desa bisa dikenakan pidana berat, mulai dari penjara 4–20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Landasan hukum juga melindungi pelapor, antara lain:
Pasal 15 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001: Pelapor dugaan korupsi tidak dapat dituntut jika dilakukan dengan itikad baik.
Pasal 30A UU No. 11/2021: Jaksa wajib menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
Pasal 10 PP No. 43/2018: Pelapor berhak mendapat perlindungan hukum, informasi perkembangan laporan, dan penghargaan.
Pasal 5 UU No. 31/2014: Saksi/korban berhak perlindungan atas ancaman yang terkait kesaksian.



