sandiwartanews.com – Meskipun hidup berdampingan di tanah yang sama, perbedaan sejarah, budaya, hingga cerita rakyat masih membentuk persepsi masyarakat terhadap hubungan antara suku Sunda dan Jawa.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pulau Jawa yang dihuni oleh lebih dari 140 juta penduduk adalah rumah bagi berbagai suku bangsa dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Dua suku terbesar yang mendiami pulau ini, yakni suku Jawa dan suku Sunda, dikenal memiliki sejarah, sistem sosial, bahasa, serta nilai budaya yang sangat berbeda meskipun berbagi wilayah geografis yang sama.

Perbedaan antara suku Sunda dan suku Jawa tidak hanya tampak dalam bahasa dan adat istiadat, tetapi juga dalam jejak sejarah panjang yang membentuk identitas masing-masing. Suku Jawa memiliki akar sejarah yang kuat dengan kemegahan kerajaan Mataram Kuno hingga Majapahit yang menjadi pusat kebudayaan dan kekuasaan di bagian tengah dan timur Jawa. Sistem kerajaan yang hierarkis turut membentuk struktur sosial masyarakat Jawa hingga kini.

Sementara itu, suku Sunda di wilayah barat Pulau Jawa juga memiliki sejarah panjang, dimulai dari kerajaan Tarumanegara hingga Kerajaan Sunda. Berbeda dari Jawa, masyarakat Sunda dikenal lebih egaliter dan akrab dengan kehidupan yang selaras bersama alam, termasuk melalui pelabuhan perdagangan seperti Sunda Kelapa yang memperkaya budaya mereka.

Dalam masyarakat, terutama generasi yang lebih tua, berkembang mitos yang menyebutkan bahwa pernikahan antara orang Sunda dan Jawa dilarang atau dianggap tabu. Meskipun tidak ada dasar hukum atau agama yang melarang pernikahan lintas suku, cerita rakyat ini masih diyakini sebagian kalangan.

Mitos mengenai larangan pernikahan antara kedua suku ini diyakini berasal dari kisah-kisah masa lalu yang berkembang terutama di wilayah-wilayah konservatif di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun seiring waktu dan perkembangan sosial, persepsi ini kian bergeser terutama di kalangan muda dan masyarakat perkotaan.

Ada beberapa penyebab yang mendasari munculnya mitos ini:

  • Perbedaan sejarah dan status politik antara kerajaan Jawa dan Sunda pada masa lampau;
  • Perbedaan bahasa dan adat istiadat, di mana bahasa Jawa dikenal lebih kompleks dalam tatanan tutur dibanding bahasa Sunda;
  • Cerita rakyat yang menggambarkan bahwa pernikahan antara kedua suku dapat membawa kesialan, meskipun tidak berdasarkan bukti ilmiah.

Saat ini, pernikahan antar suku di Indonesia termasuk antara Sunda dan Jawa semakin umum terjadi. Generasi muda cenderung lebih terbuka dan melihat keberagaman sebagai kekayaan, bukan sebagai batasan. Meski begitu, di beberapa komunitas atau keluarga yang memegang tradisi konservatif, mitos ini masih menjadi perbincangan.

Pulau Jawa bukan hanya pusat peradaban dan populasi, tetapi juga cermin keberagaman budaya Indonesia. Suku Sunda dan Jawa, meskipun memiliki sejarah, adat, dan karakter yang berbeda, tetap saling melengkapi dan memperkaya kebudayaan bangsa. Mitos soal larangan pernikahan antarsuku merupakan warisan tradisi lisan yang seyogianya disikapi secara kritis dan bijak. Di tengah semangat Bhinneka Tunggal Ika, perbedaan bukan untuk dibenturkan, melainkan dijadikan kekuatan bersama membangun harmoni.