SANDIWARTANEWS.COM – Musik sering kali menjadi media penyampai pesan yang paling dekat dengan hati masyarakat. Itulah yang dilakukan musisi Pujiono melalui lagu berjudul “Ingkar Janji”. Dibawakan di kanal YouTube Ngamen di Loteng, lagu ini sontak menarik perhatian publik karena liriknya yang tajam menyentil perilaku pejabat publik yang kerap mengumbar janji namun tidak pernah menepatinya.
Lirik Penuh Kritik terhadap Kekuasaan
Sejak bait awal, “Ingkar Janji” sudah menegaskan tema besar lagu: janji politik yang hanya manis di awal. Pujiono dengan lugas menyebut “seribu janji belum jadi, sudah jadi malah korupsi.” Kalimat ini menjadi sindiran keras terhadap realitas politik di Indonesia, di mana janji-janji kampanye sering kali berakhir sebatas ucapan.
Lirik lagu tersebut juga menyentil fenomena sumpah jabatan yang dilakukan pejabat dengan kitab suci. Dalam kenyataan, sumpah itu kerap diabaikan ketika sudah duduk di kursi kekuasaan. Alih-alih memikirkan kepentingan rakyat, banyak pejabat justru menggunakan jabatan untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Pujiono bahkan menambahkan seruan agar hukuman mati diberlakukan bagi koruptor, sebuah gagasan ekstrem yang menggambarkan betapa masyarakat sudah sangat muak dengan praktik korupsi yang terus berulang. Lagu ini tidak sekadar bernuansa kritik, tetapi juga mengandung aspirasi publik yang mendambakan keadilan lebih tegas terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Konteks Sosial dan Politik
Fenomena yang diangkat dalam lagu ini bukanlah hal baru. Sejak era reformasi hingga kini, kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih menjadi penyakit kronis yang menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik. Janji-janji kampanye sering kali hanya menjadi strategi politik, bukan komitmen moral.
Pujiono melalui karyanya mencoba menegaskan kembali pesan sederhana: jabatan hanyalah sementara. Pada akhirnya, kekuasaan akan hilang, dan yang tersisa adalah jejak rekam kepemimpinan. Bagi rakyat, pengingkaran janji bukan hanya bentuk kekecewaan, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan.
Lagu “Ingkar Janji” hadir di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya akuntabilitas pemimpin. Publik kini lebih kritis, berani bersuara, dan tidak segan menggunakan ruang digital untuk menyampaikan ketidakpuasan. Musik, dalam hal ini, menjadi medium yang ampuh untuk menyatukan suara keresahan rakyat.
Respon Publik yang Kuat
Video penampilan Pujiono di kanal Ngamen di Loteng mendapat banyak apresiasi dari warganet. Banyak komentar yang menyebutkan bahwa lirik lagu ini seakan mewakili suara hati masyarakat yang sudah lelah dengan janji-janji palsu.
Beberapa netizen menilai lagu ini sebagai bentuk perlawanan kultural terhadap perilaku pejabat yang tidak konsisten. Ada juga yang menyebutnya sebagai “lagu rakyat” karena secara gamblang menyuarakan keresahan kolektif. Relevansi dengan kondisi politik terkini membuat lagu ini cepat menyebar dan mendapat perhatian luas.
Tak sedikit pula yang menilai keberanian Pujiono patut diapresiasi. Di tengah situasi politik yang terkadang penuh tekanan, menghadirkan karya seni dengan kritik tajam bukanlah hal mudah. Namun, keberanian seperti inilah yang membuat musik tetap punya posisi penting sebagai alat kontrol sosial.
Musik sebagai Kritik Sosial
Sejarah musik Indonesia mencatat banyak karya yang lahir sebagai kritik sosial. Dari era Iwan Fals, Ebiet G. Ade, hingga musisi kontemporer lain, musik telah menjadi medium refleksi dan protes terhadap ketidakadilan. Lagu “Ingkar Janji” menambah daftar panjang tradisi musik kritik tersebut.
Keunggulan lagu ini terletak pada kesederhanaan aransemen akustik yang membuat liriknya terdengar lebih menonjol. Dengan gitar akustik sebagai pengiring utama, pesan yang disampaikan terasa lebih jujur dan dekat. Pujiono seolah ingin menekankan bahwa isi lirik jauh lebih penting daripada kemegahan instrumen.
Kekuatan lain dari lagu ini adalah pilihan kata yang mudah dipahami semua kalangan. Tidak bertele-tele, langsung ke inti permasalahan, sehingga pesan yang disampaikan tidak kehilangan makna meski hanya didengar sekali.
Pesan Moral untuk Pemimpin
Melalui lagu ini, Pujiono mengingatkan bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan sekadar kesempatan untuk memperkaya diri. Setiap sumpah jabatan yang diucapkan bukanlah formalitas, melainkan janji suci yang harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya di hadapan rakyat, tetapi juga di hadapan Tuhan.
Pesan moral yang terkandung di dalamnya jelas: pejabat publik harus konsisten dengan janji yang diucapkan, karena rakyat tidak akan lupa. Sekali kepercayaan dikhianati, maka sulit untuk kembali mendapat legitimasi.
Selain itu, lagu ini juga menyiratkan harapan agar masyarakat tidak pasif. Dengan hadirnya kritik dalam bentuk seni, rakyat diingatkan untuk terus mengawal jalannya pemerintahan dan tidak mudah terbuai oleh janji-janji kosong.
Kesimpulan
“Ingkar Janji” karya Pujiono bukan sekadar lagu hiburan, melainkan sebuah bentuk perlawanan kultural terhadap perilaku pejabat yang abai terhadap sumpah jabatan. Liriknya yang tajam, sederhana, namun penuh makna membuat lagu ini cepat diterima sebagai representasi suara rakyat.
Sebagai karya seni, lagu ini menegaskan kembali bahwa musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan kebenaran. Di tengah derasnya praktik politik transaksional, lagu ini hadir sebagai pengingat: janji politik bukan sekadar strategi, melainkan tanggung jawab moral yang harus ditepati.
Pujiono dengan keberaniannya telah menyalakan kembali tradisi kritik melalui musik. Dan bagi masyarakat, lagu ini adalah cermin bahwa suara kebenaran bisa lahir dari mana saja, bahkan dari sebuah gitar akustik yang sederhana.