Editorial | Oleh: Redaksi SadiWartaNews

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Desa bukan sekadar satuan wilayah administratif, melainkan poros peradaban yang menyimpan kearifan lokal, sumber daya alam, dan potensi manusia yang belum sepenuhnya digarap. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, desa menghadapi tantangan eksistensial: urbanisasi yang masif hingga ketimpangan pembanguna.

Pertanyaan mendasar kini muncul: apakah desa akan bangkit menjadi pusat pertumbuhan baru, atau justru mati perlahan karena ditinggalkan oleh anak-anak mudanya?

Meninggalkan atau Membangun?

Banyak pemuda desa kini memilih hijrah ke kota besar dengan harapan akan masa depan yang lebih baik. Fenomena ini tidak salah, karena setiap manusia berhak memperjuangkan kehidupannya. Namun, ketika eksodus pemuda tidak dibarengi dengan skema pembangunan desa yang inklusif, maka yang tertinggal adalah lanskap pertanian yang ditinggalkan, lahan tidur, dan kehidupan sosial yang nyaris stagnan.

Padahal, desa hari ini memiliki peluang besar untuk bangkit. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan ruang otonomi yang lebih besar bagi pemerintah desa untuk mengelola anggaran dan merancang program sesuai kebutuhan lokal. Di sinilah peran generasi muda menjadi krusial: mereka yang memiliki energi, ide-ide segar, dan literasi digital yang lebih tinggi.

Perubahan Dimulai dari Pemuda Desa

Generasi muda desa tidak hanya bisa menjadi pelaksana program pembangunan, tetapi seharusnya menjadi motor penggerak inovasi. Mulai dari mendigitalisasi potensi lokal, mengembangkan wisata berbasis budaya dan alam, hingga membangun ekosistem kewirausahaan sosial di tingkat akar rumput.

Tak sedikit contoh pemuda desa yang sukses membalikkan stigma desa sebagai wilayah tertinggal. Dari petani milenial yang sukses ekspor hasil pertanian organik, hingga kelompok kreatif yang menyulap balai desa menjadi pusat literasi dan pelatihan digital. Inisiatif-inisiatif seperti ini menjadi bukti bahwa desa bukan tempat yang harus ditinggalkan, melainkan medan perjuangan yang layak dipilih.

Tantangan dan Tanggung Jawab Bersama

Namun, membangkitkan desa tidak semata tanggung jawab pemuda. Diperlukan sinergi antara pemerintah desa, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Negara perlu hadir tidak hanya melalui program seremonial, tetapi juga dukungan kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan.

Media juga memiliki peran penting untuk menarasikan desa sebagai pusat harapan, bukan sekadar obyek penderita. Sebab, selama ini narasi yang dominan justru memperlihatkan desa dalam kacamata kemiskinan dan keterbelakangan. Narasi ini harus diubah, bahwa desa adalah ruang masa depan.

Kembali ke Akar untuk Melompat ke Masa Depan

Kini saatnya generasi muda menyadari bahwa membangun desa bukan langkah mundur, melainkan bentuk keberanian untuk menciptakan masa depan dari akar. Desa akan bangkit jika pemudanya memilih untuk kembali, menetap, dan membangun. Sebaliknya, desa bisa mati jika semua harapan pergi tanpa kembali.

Desa adalah rahim peradaban bangsa. Dan seperti pepatah lama: siapa yang melupakan akar, akan kehilangan arah. Maka, pilihan kini ada di tangan generasi muda “bangkit atau mati”?