KuninganSandiwartanews.com – Selasa, 23 Desember 2025 – Pembangunan pengaman besi di Jembatan Desa Kaduagung, Kecamatan Karangkancana, Kabupaten Kuningan, yang telah rampung beberapa waktu lalu, kini menjadi perhatian serius masyarakat. Sorotan publik muncul menyusul adanya perbedaan informasi mengenai besaran anggaran Dana Desa yang digunakan dalam kegiatan pembangunan tersebut.

Jembatan yang menjadi salah satu akses penting bagi mobilitas warga Desa Kaduagung itu dinilai memiliki fungsi vital, sehingga penggunaan anggaran negara untuk pengaman jembatan seharusnya disampaikan secara terbuka dan mudah dipahami oleh masyarakat.

Kepala Desa Kaduagung, saat dikonfirmasi awak media, menyampaikan bahwa pembangunan pengaman besi jembatan tersebut bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2025 dengan nilai Rp27 juta.

“Iya, itu dari Dana Desa 2025 sebesar Rp27 juta. Angkanya masih kotor, belum dipotong PPN dan PPh,” ujar Kepala Desa Kaduagung melalui pesan WhatsApp kepada awak media.

Keterangan tersebut pada dasarnya memberikan penjelasan awal terkait sumber dan besaran anggaran. Namun, informasi ini menjadi polemik setelah muncul keterangan berbeda dari warga desa. Seorang warga Desa Kaduagung mengaku memperoleh informasi lain setelah menanyakan langsung kepada salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

“Waktu itu saya tanya langsung ke BPD. Jawabannya anggaran pembangunan pengaman jembatan itu Rp50 juta,” ujar warga tersebut. Ia meminta identitasnya tidak dipublikasikan demi menjaga kenyamanan pribadi.

Perbedaan informasi antara pernyataan Kepala Desa dan keterangan yang diterima warga dari BPD inilah yang memicu pertanyaan publik. Masyarakat mulai mempertanyakan kejelasan data serta sejauh mana prinsip transparansi benar-benar dijalankan dalam pengelolaan Dana Desa di Kaduagung.

Isu ini dinilai menjadi perhatian penting karena transparansi sebelumnya merupakan salah satu visi yang disampaikan Kepala Desa Kaduagung saat mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Salah satu misi yang dikampanyekan kala itu adalah komitmen “mengutamakan keterbukaan” dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Dalam konteks tersebut, masyarakat menilai keterbukaan tidak cukup hanya disampaikan dalam forum musyawarah atau secara lisan kepada pihak tertentu. Di era digital, keterbukaan informasi diharapkan dilakukan secara sistematis, terdokumentasi, dan dapat diakses oleh seluruh warga tanpa terkecuali.

Pemerintah pusat sendiri telah mendorong desa-desa di Indonesia untuk mengoptimalkan Sistem Informasi Pemerintahan Desa dan Kelurahan (SIPDeskel) atau platform digital sejenis. Melalui sistem ini, informasi pembangunan desa—mulai dari perencanaan, sumber anggaran, nilai kegiatan, hingga realisasi—dapat dipublikasikan secara terbuka.

Bagi masyarakat, sistem informasi desa bukan sekadar formalitas, melainkan sarana penting untuk memastikan hak warga atas informasi publik terpenuhi. Hal ini menjadi semakin relevan bagi warga Desa Kaduagung yang merantau ke luar daerah, agar tetap dapat memantau penggunaan Dana Desa meski tidak berada di kampung halaman.
“Kalau semuanya terbuka di sistem informasi desa, tidak akan ada simpang siur. Warga yang di luar daerah juga bisa tahu,” ujar salah satu masyarakat setempat.

Selain sistem digital, masyarakat juga menyoroti absennya atau minimnya papan informasi proyek di lokasi pembangunan. Padahal, papan informasi proyek merupakan bentuk transparansi paling dasar yang seharusnya ada pada setiap kegiatan pembangunan yang menggunakan anggaran negara atau daerah.

Secara normatif, keterbukaan informasi telah dijamin oleh berbagai regulasi. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh informasi publik.

Lebih jauh lagi, hak atas informasi juga dijamin secara konstitusional. Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Ketentuan tersebut menegaskan bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan hak konstitusional warga negara yang wajib dihormati oleh seluruh penyelenggara pemerintahan, termasuk pemerintah desa.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya meminta klarifikasi dari pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Kaduagung terkait perbedaan informasi anggaran pembangunan pengaman besi jembatan tersebut. Klarifikasi ini dinilai penting guna meluruskan data dan memastikan tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Awak media juga berupaya menggali informasi mengenai sejauh mana pemerintah Desa Kaduagung telah memanfaatkan sistem informasi desa sebagai sarana publikasi anggaran dan kegiatan pembangunan secara terbuka.

Transparansi yang konsisten, akurat, dan mudah diakses diyakini dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Sebaliknya, perbedaan informasi yang tidak segera diluruskan berpotensi menimbulkan spekulasi, kecurigaan, dan polemik berkepanjangan.

Masyarakat berharap, komitmen keterbukaan yang pernah disampaikan saat Pilkades tidak berhenti sebagai janji politik, melainkan diwujudkan dalam praktik nyata tata kelola pemerintahan desa yang jujur, transparan, dan berpihak pada hak publik untuk mengetahui.