Sandiwartanews.com –Aceh – Kondisi darurat masih membayangi kehidupan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, meski banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah tersebut telah berlalu selama 17 hari. Hingga Sabtu (13/12/2025), kelangkaan bahan pokok belum juga teratasi. Sejumlah kebutuhan vital seperti beras, telur ayam, ikan asin, serta bahan bakar minyak (BBM) sulit diperoleh dan dijual dengan harga yang melambung tinggi di pasaran.
Situasi ini membuat masyarakat berada dalam tekanan berat. Di tengah keterbatasan akses jalan akibat longsor dan rusaknya infrastruktur pascabencana, warga harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hingga kini, belum terlihat langkah konkret dari pemerintah daerah untuk menstabilkan harga maupun memastikan ketersediaan bahan pokok bagi ribuan warga terdampak.
Pantauan Awak media di sejumlah titik menunjukkan aktivitas jual beli masih berlangsung secara terbatas. Di Pasar Paya Ilang dan Pasar Ilang, harga bahan pokok melonjak tajam. Beras dijual hingga Rp450.000 per karung ukuran 15 kilogram. Telur ayam dijual Rp20.000 untuk tiga butir. Ikan asin dibanderol Rp15.000 hingga Rp20.000 per ons. Sementara BBM jenis Pertamax dijual dengan harga Rp30.000 hingga Rp35.000 per liter.
Lonjakan harga tersebut terjadi seiring dengan sulitnya distribusi barang ke wilayah Aceh Tengah. Banyak jalur utama belum bisa dilewati kendaraan akibat tertutup longsor dan kondisi jalan yang curam. Akibatnya, pasokan bahan pokok dari daerah lain menjadi terbatas dan biaya distribusi meningkat drastis.
Dalam kondisi tersebut, sebagian warga memilih mengambil risiko besar demi mendapatkan bahan pokok. Sejak beberapa hari terakhir, puluhan warga terlihat berjalan kaki menempuh jalur longsor, lumpur, dan medan curam untuk mendatangkan beras, telur, minyak, ikan asin, serta BBM dari luar daerah. Barang-barang tersebut kemudian dijual kembali di pasar lokal agar kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi, meski dengan harga mahal.
Upaya warga ini tidak jarang mempertaruhkan keselamatan jiwa. Medan yang dilalui rawan longsor susulan dan licin, terutama saat hujan turun. Namun, keterbatasan pilihan membuat warga tetap nekat melakukannya demi bertahan hidup.
Faisal (40), salah satu pedagang ikan asin di Pasar Ilang, menceritakan beratnya perjuangan membawa dagangan ke Aceh Tengah. Ia mengaku ikan asin tersebut dibeli dari Kota Lhokseumawe.
” Ikan asin ini kami beli dari Lhokseumawe. Jalurnya tidak bisa dilewati kendaraan, jadi kami jalan kaki melewati lumpur dan longsor sekitar tiga jam. Risikonya besar, tapi mau bagaimana lagi. Terpaksa kami jual Rp15.000 sampai Rp20.000,” ujar Faisal sebagaimana dilansir media vokalpublika.com.
Ia menegaskan, harga tersebut bukan semata-mata untuk mencari keuntungan besar, melainkan menutup biaya dan risiko perjalanan yang harus dilalui.
Hal serupa disampaikan seorang penjual beras di Pasar Paya Ilang yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan. Ia menjelaskan bahwa beras yang dijual di pasar tersebut juga didatangkan dari Lhokseumawe dengan proses yang tidak mudah.
“Beras ini kami jemput dari Lhokseumawe. Karena jalurnya longsor dan curam, kami bayar orang untuk melangsir agar bisa sampai ke sini. Untungnya tidak seberapa, tapi setidaknya masyarakat masih bisa beli beras,” ungkapnya.
Kelangkaan dan mahalnya harga bahan pokok ini berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Sejumlah warga mengaku harus mengurangi konsumsi harian karena keterbatasan daya beli. Bagi keluarga dengan penghasilan rendah, kondisi ini semakin memperparah kesulitan pascabencana.
Kekecewaan pun mulai muncul di tengah masyarakat. Banyak warga menilai pemerintah daerah belum menunjukkan kehadiran nyata dalam mengatasi persoalan kelangkaan bahan pokok. Hingga lebih dari dua pekan setelah bencana, warga mengaku belum melihat adanya operasi pasar, distribusi logistik besar-besaran, maupun upaya stabilisasi harga di tingkat pasar tradisional.
“Dalam kondisi seperti ini, masyarakat justru harus bergerak sendiri untuk mencari solusi,” ujar salah seorang warga Takengon.
Ia menambahkan, jika situasi ini terus dibiarkan, beban masyarakat akan semakin berat, terutama bagi mereka yang masih berupaya memulihkan kehidupan pascabencana.
Meski demikian, sandiwartanews.com tetap menjunjung prinsip keberimbangan. Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya menghubungi pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan instansi terkait untuk meminta penjelasan resmi mengenai langkah penanganan kelangkaan bahan pokok dan distribusi logistik pascabencana.
Masyarakat Aceh Tengah berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah nyata untuk menjamin ketersediaan bahan pangan dan BBM. Warga berharap ada solusi cepat dan terukur agar harga kembali stabil dan kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi.
Hingga kini, di tengah keterbatasan dan risiko yang dihadapi, warga Aceh Tengah terus berjuang dengan cara mereka sendiri. Di balik angka-angka harga yang melonjak, terdapat cerita tentang ketahanan, pengorbanan, dan harapan masyarakat agar negara benar-benar hadir di saat mereka paling membutuhkan.




