Sandiwartanews.com — Jagat digital kembali di ramaikan oleh pencarian sebuah lagu Sunda yang kerap disebut warganet dengan istilah keliru “kukupu dinasti”. Setelah ditelusuri, lagu yang dimaksud sejatinya adalah “Kukupu”, karya populer yang dinyanyikan oleh Dinasty Darso, salah satu figur legendaris dalam khazanah musik Pop Sunda. Kekeliruan penyebutan ini muncul karena banyak pendengar awam mengira “Dinasty” adalah bagian dari judul lagu, padahal itu merupakan nama penyanyinya.

Fenomena ini mencuat seiring viralnya potongan lagu “Kukupu” di berbagai platform media sosial, khususnya TikTok. Lagu tersebut digunakan sebagai latar video refleksi diri, konten religi, hingga kisah perjuangan hidup. Di tengah banjir lagu-lagu populer masa kini, kebangkitan kembali tembang Sunda ini menjadi penanda bahwa karya bermakna tidak pernah benar-benar hilang dari ingatan publik.

Dinasty Darso, yang memiliki nama asli Hendarso, di kenal luas sebagai salah satu legenda Pop Sunda. Karya-karyanya lekat dengan lirik sederhana namun dalam, sarat pesan moral, spiritual, dan kearifan lokal masyarakat Sunda. Ia bukan sekadar penyanyi, melainkan penutur nilai-nilai kehidupan melalui tembang.

Lagu “Kukupu” merupakan salah satu karya Dinasty Darso yang paling dikenal. Sejak pertama kali dirilis, lagu ini mendapat tempat tersendiri di hati pendengar musik Sunda. Bukan karena aransemen megah, melainkan karena kekuatan makna yang dibawanya. Lagu ini menggambarkan perjalanan hidup manusia dengan bahasa simbolik yang mudah dipahami, namun memiliki kedalaman filosofi.

Dalam budaya Sunda, kukupu atau kupu-kupu sering dimaknai sebagai simbol keindahan yang lahir dari proses panjang. Dari ulat, kepompong, hingga akhirnya berubah menjadi makhluk bersayap indah, kupu-kupu merepresentasikan kesabaran, keteguhan, dan penerimaan terhadap proses hidup.

Makna ini tercermin kuat dalam lirik lagu “Kukupu”. Lagu tersebut menyampaikan pesan tentang manusia yang kerap tidak menyadari keistimewaan yang dianugerahkan Tuhan kepada dirinya. Ada nasihat agar manusia tidak larut dalam kesedihan, tidak mengeluh berlebihan atas beratnya hidup, serta tetap berserah diri kepada kehendak Sang Pencipta.

Pesan kepasrahan dan keridaan terhadap takdir menjadi benang merah lagu ini. Dalam salah satu bagian reff, ditekankan sikap berserah diri di hadapan Sang Khalik, menerima segala ketentuan dengan hati lapang. Pesan tersebut bersifat universal dan relevan lintas zaman, sehingga mudah diterima oleh pendengar dari berbagai latar belakang.

Kembalinya “Kukupu” ke ruang publik digital menunjukkan bagaimana lagu daerah mampu beradaptasi dengan zaman. Media sosial berperan besar dalam memperkenalkan kembali karya-karya lama kepada generasi muda yang sebelumnya mungkin tidak akrab dengan Pop Sunda.

Banyak pengguna media sosial mengaku tersentuh oleh lirik lagu ini karena sejalan dengan kondisi batin yang mereka alami. Tekanan hidup, persoalan ekonomi, kegelisahan masa depan, hingga pencarian makna hidup membuat pesan dalam “Kukupu” terasa kontekstual. Lagu ini seolah menjadi pengingat untuk tetap tegar, tidak berlarut dalam kesedihan, dan percaya bahwa setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing.

Meski esensi lagu “Kukupu” tetap terjaga. Lagu ini tidak kehilangan ruhnya sebagai tembang nasihat, bahkan justru menemukan audiens baru yang lebih luas. Fenomena ini memperlihatkan bahwa musik daerah tidak kalah relevan dibandingkan musik populer modern.

Muncul kekeliruan informasi terkait judul lagu. Banyak warganet menyebut lagu ini sebagai “kukupu dinasti”, seolah-olah judul lagu dan nama penyanyi menjadi satu kesatuan. Padahal, secara faktual, judul lagu adalah “Kukupu”, sedangkan Dinasty Darso adalah nama penyanyinya.

Pelurusan informasi ini penting agar publik tidak salah kaprah dan tetap memberikan penghargaan yang tepat terhadap karya dan penciptanya. Kesalahan penyebutan yang terus berulang berpotensi mengaburkan identitas karya, terutama bagi generasi muda yang mengenal lagu ini pertama kali dari media sosial.

Lirik lagu “Kukupu” tidak sekadar rangkaian kata puitis. Ia berfungsi sebagai doa dan pengingat agar manusia tetap berada dalam koridor keimanan. Pesan seperti tidak larut dalam beban, tidak tenggelam dalam kesedihan, serta menjaga keteguhan hati menjadi inti yang berulang.

Lagu ini juga mengajarkan adab dalam menjalani kehidupan, baik ketika berada di posisi atas maupun bawah. Ada pesan implisit tentang rendah hati, tidak banyak bicara yang sia-sia, serta menyerahkan penilaian akhir kepada Tuhan. Nilai-nilai tersebut menjadi ciri khas karya-karya Dinasty Darso.

Fenomena kembalinya “Kukupu” ke permukaan menegaskan bahwa musik daerah adalah bagian penting dari identitas budaya. Lagu ini bukan hanya hiburan, melainkan warisan nilai yang terus bernapas mengikuti perubahan zaman. Ketika generasi baru menemukan makna di dalamnya, di situlah karya tersebut membuktikan keabadiannya.

Di tengah gempuran konten instan, “Kukupu” hadir sebagai oase refleksi. Ia mengajak pendengar berhenti sejenak, merenung, dan berdamai dengan diri sendiri. Pesan inilah yang membuat lagu tersebut tetap relevan, meski waktu terus berganti.

SandiwartaNews.com menilai Lagu “Kukupu” sebagai momentum penting untuk kembali menghargai karya musik daerah. Dengan pemahaman yang benar dan apresiasi yang utuh, lagu-lagu seperti “Kukupu” akan terus hidup, tidak hanya sebagai kenangan, tetapi sebagai pedoman nilai bagi generasi kini dan mendatang.